DEMI SEBUAH CITA-CITA
"Ibu, Roy sudah lulus sekolah SMA, mohon izinkan Roy menggapai cita-cita yang sangat Roy impikan bu". Ibunda Roy terdiam sejenak, sambil menunggu apa yang selanjutnya akan disampaikn oleh anak tersayangnya.
"Bu, Roy ingin sekolah ke Jakarta".
Ibunda Roy kaget seakan tidak percaya apa yang diucapkan anaknya, sesuatu yang belum pernah terbayang olehnya, tiba tiba diucapkan oleh anak tersayangnya.
"Apa? Kamu ingin sekolah ke Jakarta? Ibu belum bisa mengizikan kamu sekolah jauh-jauh nak, siapa yang nanti menemani ibu, membantu ibu ke sawah, tidak ada orang lain yang bisa ibu harapkan selain kamu anakku satu-satunya."
Sejak Roy berusia lima tahun, ayahnya meninggal karena sakit, sehingga ibunya yang membesarkan Roy sampai dewasa.
"Roy mohon ampun dan maaf bu, ini adalah cita-cita yang sekian lama Roy dambakan."
Terlihat ibu memalingkan muka, tanda tidak bisa menerima keputusan Roy. Perlahan Roy menjauh dari ibunya dan memasuki kamar dengan perasaan sedih. Karena hari sudah larut malam, Roy membaringkan tubuhnya di atas dipan beralas tikar. Pada malam itu Roy tak bisa tidur, malam yang dingin bak terasa panjang dan menusuk tulang, suara jangkrik mengiringi irama malam itu tak membuat Roy terlelap, perasaannya berkecamuk, antara idelisme sebuah cita-cita dan seorang ibu yang sangat dikasihinya. kadang muncul keraguan, kadang Roy berpikir masa depan, sehinga membuat optimisme muncul kembali. Tiba-tiba terdengar olehnya suara lirih di sebelah dinding kamarnya. Membuat ia penasaran, lalu sambil mendengarkan suara dari balik dinding kamar, ibunya sedang berdoa sambil menangis.
" ya Rabbi, ampunilah segala dosa dan kesalahan hamba yang lemah ini, bimbinglah hamba agar dapat memberikan pendidikan yang baik untuk anak hamba Ahmad Royani, bimbinglah dia agar selalu dalam taat kepada-Mu, mudahkanlah rezkinya, berilah ilmu yang bermanfaat kepadanya, jadikanlah dia anak yang berguna bagi agama-Mu, keluarga dan lingkungannya, mudahkanlah ia dalam menuntut ilmu, hanya kepada Engkau hamba memohon ya Rabb."
Sesekali ibunda Roy mengusap air matanya yang membasahi pipi, larut dalam munajat dipenghujung malam yang dingin dengan harapan penuh agar doanya dikabulkan. Doa ibunya terdengar jelas, membuat Roy terharu dan tak terasa air matanya menetes. Tanpa sadar iapun terlelap menjelang subuh tiba, suara azan membuat ia terbangun lalu bersegera menunaikan shalat subuh.
======
Seperti biasa Roy membantu ibunya di sawah peninggalan kakeknya. Itulah yang menjadi andalan mereka dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, terkadang juga terdapat hasil kebun yang bisa dimanfaatkan sehari-hari. Berdasarkan saran dari teman sekolahnya, akhirnya Roy mecoba untuk meyakinkan ibunya dengan alasan yang "mudah-mudahan dapat diterima". Kembali Roy berusaha mengambil hati ibunya. Ia mengawali pembicaraan dengan sedikit bercerita.
"Ma, mmmm," Roy agak ragu
" Ma, kawan-kawan Roy di kampung ini banyak yang putus sekolah, tamat SMP pendidikan tertinggi mereka. Roy ingin bisa bersekolah lebih tinggi." Ibu menyimak ucapan Roy, sesekali melihat masakan yang ada di dapur.
"Maksudmu apa nak?" "Ibu kurang mengerti apa yang kami inginkan"
"Begini bu, Roy bersyukur bisa bersekolah sampai SMA, ini berkat doa dan perhatian ibu, dan berkat kebaikan hati paman di kota yang bersedia menampung Roy dirumahnya selama menjalani pendidikan disana. Roy punya cita-cita menjadi guru yang bermanfaat bagi banyak orang, ibu maukan membantu Roy?."
"Insya Allah ibu akan bantu semampu ibu,". Kata ibu sambil terseyum merangkul Roy.
Merasa ada sinyal baik, Roy bersemangat melanjutkan ceritanya.
" bu, alhamdulillah Roy lulus seleksi perguruan tinggi dan berhak mendapatkan beasiswa, jadi ibu ga perlu memikirkan biaya kuliah Roy,"
"Alhamdulillah, ibu turut bersyukur, doa ibu selama ini diijabah oleh Allah Swt." " Nah, terus kamu mau melanjutkan kuliah kemana?" lanjut ibu dengan nada penuh tanda tanya.
" Roy akan kuliah di Jakarta bu, karena perguruan tinggi itulah yang menawarkan beasiswa."
Ibu tidak langsung memberikan respon, namum beliau minta waktu untuk berpikir.
" anakku, beri waktu ibu untuk berpikir "
Roy hanya mengangguk, tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya.
Sembari menunggu jawaban dari ibunya, Roy memilih banyak berdoa pada penghujung malam. Ia terus berdoa agar diberi kemudahan dan jalan keluar. Walau sebenarnya tidak mudah baginya meninggalkan ibunya sendirian di desa, sebuah pilihan sulit. Sudah tiga hari menunggu, jawaban tak kunjung tiba. Roy pun merasa tidak enak terlalu banyak meminta, khawatir ibunya kecewa.
Suatu pagi, usai shalat subuh ibu berkata:
"Anakku, apakah kamu benar- benar serius ingin menuntut ilmu ke ibukota?," Roy kaget dengan pertanyaan itu.
"I, iya bu. Insya Allah Roy serius"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar